Senin, 07 Juni 2010

Teknologi Imbuhan Buatan untuk Air tanah Jakarta

akarta krisis air tanah? Bukan hal yang aneh lagi. Lahan hijau yang ada di ibukota ini sudah kalah pamor dengan pertumbuhan gedung-gedung pencakar langit serta rumah-rumah pribadi. Ada pula yang menyebut cadangan air tanah di kota yang berpenghuni hampir 12 juta orang ini hanya cukup untuk keperluan sembilan tahun ke depan.

Maka para ahli yang bersangkutan membuat teknologi imbuhan buatan. Menurut Kepala Bidang Kebutuhan Masyarakat Kementerian Negara Riset dan Teknologi (KNRT) Dr. Ir. Teddy W. Sudinda, teknologi imbuhan buatan adalah suatu teknologi yang bisa memasukkan air ke dalam akuifer (penampungan air) dalam kedalaman 80-100 meter, sebagai upaya mengembalikan ketersediaan air.

“Teknologi imbuhan buatan ini di antaranya waduk resapan, sumur resapan, serta sumur injeksi,” ujar Teddy dalam talkshow Iptek Talk di TVRI, Sabtu (3/10).

Berdasarkan makalah yang ditulis oleh Untung Sudarsono dan Manaris Pasaribu dari Departemen Energi dan Sumber Daya Energi, imbuhan dan penyimpangan buatan air tanah pada prinsipnya dilakukan dengan cara menampung air di permukaan tanah dan membiarkannya meresap ke dalam tanah mengisi akuifer sehingga menambah daya air tanah.

“Tujuan lain dari imbuhan dan penyimpangan air tanah secara buatan adalah mencegah intrusi air laut dan amblesan, menyimpan air, memperbaiki kualitas air melalui pengelolaan dalam akuifer secara resmi,” tulis Untung dan Manaris dalam makalahnya, Imbuhan dan Penyimpangan Buatan untuk Air Tanah.

KNRT bekerja sama dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) akan membangun unit percontohan teknologi sumur injeksi (artificial recharge) di BPPT yang dapat berfungsi untuk memelihara cadangan air tanah baik kualitas maupun kuantitasnya, mengurangi dampak buruk pengambilan air tanah, menyediakan tampungan air, mengurangi dampak banjir di DKI Jakarta dan menabung air berlebih di saat musim hujan.

Untuk merancang imbuhan dan penyimpanan buatan ini, Untung dan Manaris menyatakan beberapa hal pokok harus diperhatikan antara lain kemampuan infiltrasi tanah setempat, ketebalan zona tidak jenuh dan tidak ditempatkan di tapak yang telah tercemar.

“Selain itu diperlukan pengetahuan tentang sifat - sifat geokimia akuifer. Metoda imbuhan dan penyimpanan air tanah sebenarnya telah dilakukan di Indonesia, kekurangannya adalah belum merupakan program nasional untuk mengatasi kekurangan air,” sebut mereka.

Neraca Air Nasional, kata Drs. Sutopo Purwonugroho, M.Si . (Kepala Bidang Mitigasi Bencana BPPT), mencatat antara ketersediaan air dan kebutuhan mengalami defisit air. Air tanah lebih sedikit dibanding dengan kebutuhan air untuk rumah tangga, industri, dan pertanian. Pengambilan air tanah secara besar-besaran oleh mayoritas gedung di Jakarta berdampak pada kekosongan air di dalam tanah.

“Akibatnya, air laut merembes masuk dan mengisi kekosongan air tanah tersebut hingga jauh ke dalam. Dan memang, rembesan air asin dari Teluk Jakarta kini telah menjangkau Monas,” ujar Sutopo.

Oleh karena Teddy menghimbau agar masyarakat hemat air. Air yang dapat kita manfaatkan kemudiah hari harus kita alirkan atau ke akuifer untuk cadangan air apabila terjadi musim kemarau, mis. air AC, atau air wudhu, selain air hujan yang jatuh dari atap yang langsung kita alirkan ke sumur resapan.

“Masalah banjir dan kekeringan bukan semata-mata tanggungjawab pemerintah, karena air merupakan kebutuhan hak azasi manusia,”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Gue

Gue