Selasa, 01 Juni 2010

Catatan 2010: Indonesia Sampah Teknologi China

Jelang akhir tahun 2009 silam, pengusaha tekstil dalam negeri berteriak. Mereka bakal kehilangan sedikitnya Rp 5 trilyun penjualannya setahun akibat ganasnya serbuan tekstil impor setelah berlakunya AC-FTA. Itu baru tekstil. Belum lagi produk lainnya. Teknologi apalagi, karena Indonesia tidak menyediakan diri sebagai negara yang hidup berbasis teknologi siap pakai. Kita tidak punya merek handphone sendiri, kita tidak punya merek mobil sendiri, kita tidak punya apa-apa dalam teknologi. Padahal putra-putri Indonesia di dalam negeri dan di luar negeri punya prestasi hebat dalam teknologi. Mereka rata-rata punya hak paten terhadap penemuan mereka. Tetapi mereka tidak dianggap aset bangsa oleh negaranya, sehingga paten mereka dinikmati bangsa lain.

Ini namanya, negara melalui pemerintahnya tidak berperanan. Dalam tahun 2010 harusnya pemerintah Indonesia berperan sebagai protektor bagi rakyat, khususnya yang berkaitan dengan soal mutu. Mestinya setiap produk yang masuk ke Indonesia harus melewati uji kelayakan mutu oleh sebuah Badan Kajian Mutu Teknologi. Tidak hanya soal produk China yang menyerbu Indonesia, tetapi juga dari negara manapun. Kita paham, berlakunya pasar AFTA dan Pasar WTO 2020 yang menakutkan itu, bahwa pemerintah tidak lagi bisa melakukan proteksi terhadap produk manapun yang masuk ke negara kita. Persoalannya apakah kualitas mutu produk akan dibiarkan begitu saja, kan tidak mungkin. Bagaimana kalau produk mainan anak-anak ternyata membawa keracunan bagi penggunanya.

Pemerintah tetap punya proteksi terhadap warganegaranya. Paling tidak proteksi terhadap kendali mutu seperti yang diterapkan masyarakat Eropa. Masyarakat kita saat ini sudah menjadi sampak tehnologi China, masyarakat kita sudah menjadi uji laboratarium teknologi China. Dengan harga murah, produk China coba serang konsumen Indonesia, yang kemudian setelah uji coba pada konsumen Indonesia, kemudian mereka berbenah untuk memperbaiki mutunya.

Coba kita lihat bagaimana China melempar produksepeda motornya pada awal tahun 2000. China melempar beberapa merek walaupun sebenarnya hanya dibuat oleh satu pabrik di wilayah China. Harga motor bebek buatan China hanya dijual setengah harga dari produk sepeda motor Jepang. Masyarakat pembeli motor China hanya bisa menggunakannya selama 12 bulan, setelah itu motor hancur berantakan, after sales pun kacau, sparepart tak punya. Dan sebagainya. Karena kesal atas pelayanan servis purna jualnya, maka motor China yang dibeli hanya dionggokkan di belakang rumah. Uang beli senilai Rp 4 juta lenyap sudah. Dan uang itu telah menjadi aset penting bagi keuangan negeri tirai bambu itu.

Saat ini, masyarakat Indonesia sedang deman handphone buatan China. Murah dan fiturnya banyak. Tipikal masyarakat konsumen Indonesia terbiasa dengan harga murah tetapi mau dapat lebih. Pilihannya ya handphone buatan China. Prilaku konsumen itu juga dimanfaatkan oleh operator GSM dan CDMA kita. Mereka beramai-ramai mengiklan produk mereka dengan kaya fitur. Anehnya, merek handphone China tersebut mereka hapus. Yang ada hanya nama Indosat, Telkomsel, Axis, Esia, XL, Smart, dan lainnya. Celakanya, dengan penghapusan nama merek handphone, maka pembelinya tidak bisa mengklaim kerusakan handset tersebut ke operator. Sedangkan pabrik handphone China tidak pernah memberikan garansi yang memadai. Bahkan ada kesan di kalangan konsumen, handphone China hanya buat sekali pakai. Murah memang, ada yang harganya Rp 199.000 ribu saja kok.

Handphone China tak sampai enam bulan sudah berubah. Hasil jepretan kameranya mulai buram. Suaranya kacau tak jelas bagi penerima telepon, dan lainnya. Semuanya tidak jelas siapa yang bertanggungjawab terhadap produk handphone buatan China. Bagi negara tirai bambu memang itu salah satu kebijakannya. Negara komunis ini membiarkan rakyatnya berkreasi dengan produk-produk apa saja yang bisa menyerang pasar-pasar potensial. Indonesia pasar keempat terbesar di dunia. Dengan cara begitu, China bisa mendongkrak cadangan devisa negaranya hingga mencapai USD 2,3 trilyun, sebuah cadangan devisa terbesar di dunia dalam waktu kurang dari lima tahun.

Lalu dimana peran Pemerintah kita, dimana peran negara melindungi warga negaranya. Melindungi warga negara tidak hanya dalam soal serangan militer, serangan produk nakal ala China juga merupakan perampokan terhadap hak-hak konsumen bangsa Indonesia. Serangan produk China yang tidak bertanggungjawab adalah bentuk serangan tidak bermoral terhadap warga negara Indonesia. Apalagi makanan dan sebagainya. Pada tahun 2010 ini pemerintah Indonesia harus menjadi protektor bagi rakyatnya. Ini peran yang tidak bisa lagi dianggap enteng

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Gue

Gue