Selasa, 03 November 2009

Sampahku Tanggung Jawab Siapa

Sampahku, tanggung jawab siapa?

Tak bisa dipungkiri, setiap manusia sejak lahirnya ditakdirkan menjadi penghasil sampah. Semakin dewasa seseorang, semakin banyak kebutuhannya, maka semakin banyak pula sampah yang dihasilkan. Dari bungkus dan sisa makanan, kemasan produk yang kita beli hingga barang-barang yang sudah tidak kita pakai lagi, entah karena rusak atau sudah bosan menggunakannya.

Walau ditakdirkan sebagai mahluk penghasil sampah, namun sayangnya sejak kecil kita tidak diajar untuk bertanggung jawab atas sampah yang kita hasilkan. Jika sampah sudah dibuang ke tempat sampah (atau ke sembarang tempat?), maka selesai sudah urusan kita. Lalu, kita pun kembali menghasilkan sampah baru.

Sebagai mahluk yang diciptakan paling sempurna di muka bumi ini, harusnya kita menyadari bahwa sampah yang dihasilkan dari hari ke hari akan menghasilkan masalah baru. Misal, meluapnya tempat pembuangan akhir (TPA) sampah. Masih ingat kisah longsornya gunungan sampah di TPA Bantar Gebang dan Leuwi Gajah?

Belum lagi masalah banjir, pencemaran air tanah, emisi gas rumah kaca, dan sudah pasti masalah kesehatan, yang diakibatkan oleh tumpukan sampah yang kita hasilkan.

Untuk Jakarta, diperkirakan tiap orang menghasilkan sampah 0,75 kg/ hari. Berarti dalam 1 tahun tiap orang menghasilkan sampah sekitar 270 kg. Belum ditambah sampah pada hari -hari raya, yang biasanya lebih banyak daripada hari biasa. Di antara sampah-sampah tersebut, diperkirakan lebih dari separuhnya adalah sampah-sampah anorganik, yang tidak mudah hancur secara alami.

Lalu, apa jadinya jika kita terus menghasilkan sampah dari waktu ke waktu, terutama sampah-sampah yang butuh waktu ratusan-ribuan tahun untuk hancur, dan pada saat bersamaan tak ada upaya untuk mengurangi serta mengolah sampah tersebut? Mungkinkah kota kita akan berubah menjadi kota sampah, mirip seperti yang diperlihatkan pada film "Wall-E"?

Para siswa yang belajar bertanggungjawab atas sampahnya

Benarkah kita tidak pernah diajarkan untuk mengurangi sampah yang kita hasilkan?Ternyata ada sebuah sekolah di kawasan Serpong, St. Laurensia, yang mencoba mengajarkan para siswanya untuk tidak hanya membuang sampah di tempatnya, namun juga mengurangi jumlah sampahnya masing-masing. Caranya?

Menurut penuturan salah seorang guru, Ibu Destri Nudyawati, dalam seminggu, ada 1 hari yang dipilih secara acak, di mana tempat sampah tidak disediakan oleh sekolah.

Kenapa begitu? Alasannya, agar anak-anak yang sudah terbiasa membuang sampah di tempat sampah mau bertanggung jawab atas sampah-sampah yang mereka hasilkan. Untuk itu, pada hari tersebut tiap murid diminta untuk membawa pulang sampahnya masing-masing ke rumah.

Sebagai wadah untuk membawa pulang sampah mereka, tiap siswa tidak menggunakan kantong kresek. Mereka membuat kantong sampahnya sendiri yang dijahit dari kaos bekas yang sudah tak terpakai.

Lalu, apa dampak dari program ini? Mengingat bahwa hari ‘tanpa tempat sampah' dipilih secara acak, maka hal ini membuat tiap siswa untuk selalu siap membawa kantong sampahnya ke sekolah tiap hari.

Selain itu, ternyata para siswa juga terdorong untuk mengurangi jumlah sampah yang mereka hasilkan, agar tidak harus repot membawa pulang sampah dalam jumlah banyak. Hal ini pun secara perlahan-lahan menjadi kebiasaan para siswa, untuk lebih memilih jajanan dengan kemasan ramah lingkungan, khususnya yang tidak menggunakan kemasan plastik atau styrofoam.

Nah, sekarang bagaimana dengan Anda sendiri? Apa yang akan atau sudah Anda lakukan untuk mengurangi sampah Anda tiap harinya?

sumber: Rujak.org

Dukung Adipura

Garut lagi bebenah lagi, persiapan buat adipura biar tetap nempel jadi icon kota garut, kota yang bersih,
So kita dukung aje ,kalau bersih kota garut kan kita yang enak juga.
Bravo Adipura Garut

Sabtu, 31 Oktober 2009

Sampah di Garut Segera Diperdakan

Sampah di Garut Segera Diperdakan

Garut, Pelita
Pemkab Garut, Jabar, tidak lagi akan membiarkan sampah berserakan di tepi jalan atau di tempat pembuangan sampah. Untuk mengaturnya, akan segera dibuat Peraturan Daerah (Perda) tentang pengolahan sampah.
Hal itu dikatakan anggota Tim Adipura Kabupaten Garut sekaligus kepala UPTD pasar Guntur Garut, Dedi, SH, MP ketika ditemui di ruang kerjanya kemarin. Isi dari Perda tersebut antara lain mengatur tentang pemanfaatan sampah apabila dikelola dengan baik dengan alasan jangan sampai sampah terlihat di pinggiran jalan atau di tempat-tempat pembuangan dibiarkan begitu saja, akan tetapi apabila sudah disahkan Perdanya tentu sampah itu dapat dimanfaatkan ke dalam dua kategori yakni untuk dijadikan pupuk organik dan non organik.
Untuk sampah organik yaitu sampah dari sayur-mayur dan buah-buahan sedangkan untuk pupuk non organik yaitu sampah yang berasal dari plastik juga kertas. Adapun untuk pengesahan Perda rencananya akan digulirkan pada awal tahun 2010 dan saat ini masih dalam pembahasan dan proses dari DPRD Garut, ungkap Dedi.
Selain itu dikatakan Dedi bahwa mulai tanggal 2-15 November mendatang tim Adipura Kabupaten Garut sudah mulai melaksanakan persiapan untuk penilaian Adipura tahun 2010. Yang mana untuk titik pantau penilaian terdiri dari pasar, sekolah, puskesmas, perumahan serta jalan lingkungan yang ada di Kabupaten Garut, terangnya.
Akan tetapi dirinya mengeluhkan dengan kondisi yang dialami Tim Adipura Kabupaten Garut apabila menghadapi penilaian semacam ini, pasalnya anggaran untuk biaya operasionalnya tak ada dan itu telah terjadi selama tiga tahun kebelakang dikala Kabupaten Garut meraih penghargaan Adipura tiga kali berturut-turut.
Padahal pihaknya telah mengajukan anggaran kepada Pemkab Garut mengenai hal itu dan telah dilakukan beberapa kali tetapi namun hingga kini tak ada realisasinya, bahkan untuk biaya operasional selama persiapan penilaian Adipura yang dilakukan selama dua pekan dirinya beserta tim yang lain mengeluarkan biaya sendiri seperti untuk makan, minum, membeli peralatan kebersihan, uang transport dan lainnya sedangkan tim Adipura dibebani target dan Pemkab Garut pun menargetkan bahwa harus kembali meraih penghargaan Adipura dari Presiden RI. (ck-209)

Sabtu, 24 Oktober 2009

Aktivitas

Segar

Karyawan RSU Garut Ancam Mogok

Tenaga medis dan sejumlah karyawan lain Rumah Sakit Umum (RSU) dr. Slamet Garut mengancam akan mogok kerja karena mereka kesal oleh kinerja pimpinan rumah sakit yang buruk dalam mengelola manajemen rumah sakit.

Bupati Garut, Aceng H.M. Fikri bahkan kemarin langsung melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke rumah sakit tersebut dan melakukan rapat tertutup dengan pengelola rumah sakit.

“Kalau direktur tidak mundur, kami terpaksa akan melakukan mogok kerja,” tegas anggota Komite Medik RSU dr. Slamet Garut, Hana, Rabu (4/11).

Diakuinya, berbagai spanduk yang dipasang secara spontan oleh karyawan di lingkungan rumah sakit, beberapa waktu lalu, merupakan isyarat awal akan digelarnya aksi mogok kerja. Oleh karena itu, pada spanduk tersebut tertulis kata-kata antara lain “Mosi Tidak Percaya kepada Pimpinan RSU dr. Slamet Garut”, “Menolak Intervensi dan Dijadikan ATM Belanja oleh Pihak Mana pun”, “Tolong Pemda Garut Harus Respek terhadap Manajemen Konflik yang Ada di RSU dr. Slamet”, dan “Usut Berbagai Kasus Korupsi, dan Jangan Main mata”.

Hana menuturkan, buruknya pengelolaan manajeman rumah sakit terlihat dari banyaknya kebutuhan pasien yang tidak dapat dipenuhi pihak rumah sakit, seperti tidak adanya obat-obatan, amplop rontgen, masker, dan kantung plastik untuk obat di apotik.

Selain itu, lanjutnya, direktur rumah sakit pun kadang-kadang tidak mengindahkan aturan dalam menetapkan kebijakan.

“Masa memindahkan dan memulangkan pasien seenaknya. ‘Kan sudah ada aturannya. Dia juga selalu mengabaikan tugas bawahannya,” ujarnya.

Menanggapi ancaman mogok kerja tersebut, Bupati Garut, Aceng H.M Fikri langsung melakukan sidak ke rumah sakit dan menggelar pertemuan tertutup dengan perwakilan karyawan di salah satu ruangan operasi sekitar pukul 11.00 WIB.

Akan tetapi, Aceng menolak berkomentar saat ditanya wartawan tentang hasil pertemuan dan ancaman mogok kerja karyawan rumah sakit tersebut.

“Nanti saja, belum beres. Masih dalam proses pembahasan. Saya belum bisa ngomong sekarang,” katanya sambil bergegas meninggalkan rumah sakit.

Begitu pula dengan Direktur RSU dr. Slamet Garut, Widjajanti Utojo. Ia hanya menggelengkan kepala ketika dimintai tanggapannya.

Secara terpisah, Ketua Komisi D DPRD Garut, Helmi Budiman mengatakan, munculnya ancaman mogok kerja para karyawan rumah sakit itu akibat tidak adanya transparansi antara pengelola rumah sakit dengan karyawannya. Sehingga, timbul krisis kepercayaan karyawan terhadap pimpinannya.


Artikel

Ngompas

Gue

Gue