Minggu, 04 Juli 2010

Lilypad, Kota Terapung Ramah Lingkungan

su global warming kian merebak beberapa tahun terakhir. Namun, isu itu tak melulu direspon negatif. Para penemu justru termotivasi untuk membuat berbagai penemuan baru yang ramah lingkungan ataupun dapat menghadapi efek global warming. Sebut saja beberapa teknologi ramah lingkungan terbaru seperti mobil bertenaga udara tanpa polusi, mesin pencuci pakaian yang menggunakan kurang dari 2 persen air dan energi (Xeros), serta eco-laptop, notebook dengan bambu sebagai cover-nya, plastik yang dapat didaur ulang sebagai elemennya, tanpa cat dan elektroplating. Arsitek dari Belgia, Vincent Callebaut, juga tak mau ketinggalan. Ia mengajukan terobosan baru untuk menghadapi masalah kenaikan permukaan air laut. Kenaikan tersebut disebabkan oleh mencairnya sumber es raksasa di Benua Antartika dan Greenland serta kumpulan gletser yang ada di berbagai daerah. Menurut ramalan GIEC (Intergovernmental Group on the Evolution of the Climate), permukaan air laut sudah naik 20 – 90 cm pada abad 21 dengan nilai rata-rata 50 cm (pada abad 20, nilai rata-rata sebesar 10 cm). Para ilmuwan dunia memperkirakan bahwa kenaikan temperatur sebesar 1°C akan menyebabkan peningkatan ketinggian permukan air laut sebesar 1 meter. Peningkatan tersebut akan menenggelamkan daratan sekitar 0.05% di Uruguay, 1% di Mesir, 6% di Belanda, 17.5% di Bangladesh dan 80% di Kepulauan Marshall dan Kiribati hingga Kepulauan Maladewa. Hal ini akan mempengaruhi lebih dari 50 juta orang yang ada di negara berkembang. Daratan yang tidak tenggelam akan memiliki tingkat pencemaran keasinan air laut yang tinggi sehingga akan merusak ekosistem lokal. Akibatnya, kota-kota seperti New York, Bombay, Calcutta, Hô Chi Minh City, Shanghai, Miami, Lagos, Abidjan, Djakarta, dan Alexandria akan menghasilkan lebih dari 250 juta pengungsi.
lilypadSolusi yang ditawarkan oleh Vincent Callebaut adalah Lilypad, kota terapung yang merupakan prototipe kota amfibi dengan sebagian daerah akuatik dan sebagian lagi daerah daratan. Kota ini mampu mengakomodasi 50.000 penduduk dan dapat menghidupi dirinya sendiri. Lilypad dapat mengembangkan flora dan faunanya di sekitar danau yang dapat menampung dan menjernihkan air hujan. Kota ini didesain dengan 3 marina dan 3 gunung yang didedikasikan untuk perkantoran, pertokoan, dan tempat hiburan. Seluruh daerah ditutupi oleh perumahan dan taman serta jalan dan gang dengan outline organik. Dengan adanya kota ini, diharapkan dapat tercipta hubungan yang harmonis antara manusia dan alam serta dapat mendalami mode baru untuk tinggal di laut dengan bangunan yang yang dapat bergerak.
Lilypad
Lilypad
Struktur mengapung Lilypad diinspirasi oleh daun lili yang diperbesar 250 kali. Kulitnya yang tebal terbuat dari serat polyester yang dilapisi dengan titanium oksida seperti anatase sehingga dapat mengabsorbsi polusi atmosfer dengan efek fotokatalitik. Lilypad dapat mengatasi 4 masalah utama manusia menurut OECD pada Maret 2008, yaitu iklim, biodiversitas, air, dan kesehatan. Kota ini mencapai neraca energi yang positif tanpa emisi karbon dengan integrasi energi terbarukan (solar, energi panas dan fotovoltaik, energi angin, hidraulik, energi osmotic dan biomassa) sehingga menghasilkan energi lebih banyak dari yang terkonsumsi. Ecopolis terapung ini juga dapat menghasilkan dan melunakkan oksigen dan listrik sendiri dengan mendaur ulang karbon dioksida dan limbahnya, dan menjernihkan serta melunakkan air yang sudah terpakai.
Referensi:
http://vincent.callebaut.org

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Gue

Gue